
panti jompo sering dianggap sebagai bentuk ketidakbaktian seorang anak. Padahal dalam situasi tertentu, keputusan ini justru bisa dilandasi rasa sayang, empati, dan tanggung jawab.
Psikolog klinis Fitri Jayanthi, M.Psi., mengatakan, banyak anak mengalami konflik batin saat harus memutuskan menitipkan orangtuanya ke panti jompo.
“Menitipkan orangtua ke panti jompo seringkali membuat anak merasa seolah telah menelantarkan orangtua yang dulu merawat mereka sejak kecil,” ujar Fitri saat diwawancarai Kompas.com, Senin (30/6/2025).
Namun, menurut Fitri, keputusan tersebut tidak serta-merta mencerminkan sikap tidak peduli.
Banyak anak mengambil langkah ini karena mereka menyadari bahwa orangtua membutuhkan pendampingan yang tak bisa sepenuhnya mereka berikan, baik karena keterbatasan waktu, tenaga, maupun kemampuan merawat lansia.
Menitipkan orangtua ke panti jompo
Orangtua butuh teman bicara

Fitri menuturkan, menitipkan orangtua tidak otomatis berarti seorang anak tidak berbakti.
“Banyak anak memilih menitipkan orangtuanya karena mereka tahu orangtua butuh teman berbicara, aktivitas sosial, dan pendamping yang siaga setiap hari,” jelasnya.
Dalam situasi tertentu, seperti ketika tidak ada caregiver di rumah, menitipkan orangtua ke panti jompo justru bisa menjadi bentuk perhatian.
Dengan catatan, keputusan diambil bersama dan anak tetap menjaga kedekatan emosional, misalnya dengan rutin berkomunikasi atau mengunjungi orangtua.
Sebaliknya, yang perlu dihindari adalah jika keputusan tersebut dilakukan secara sepihak tanpa persetujuan orangtua, dan disertai dengan putusnya hubungan emosional antara anak dan orangtua.

Meski begitu, rasa bersalah kerap menghantui anak-anak yang menitipkan orangtuanya ke panti. Untuk mengelola emosi ini, Fitri menyarankan untuk mengubah perspektif dalam berpikir.
“Biasanya kita terjebak dalam pertanyaan seperti, ‘Kenapa aku dulu mengambil keputusan ini?’ atau, ‘Kenapa aku tidak berusaha lebih keras?’. Padahal pertanyaan seperti itu hanya memunculkan rasa bersalah yang berulang,” ujar Fitri.
Fitri mengatakan, lebih sehat jika anak mulai bertanya “apa” yang bisa dilakukan sekarang, misalnya, “Apa yang bisa aku lakukan agar tetap terhubung dengan orangtuaku?” atau “Apa yang bisa membantu mengurangi rasa bersalahku saat ini?”
Dengan menggeser fokus ke solusi, anak-anak akan lebih mudah bergerak maju dan tetap hadir secara emosional untuk orangtua.
View this post on Instagram
Leave a Reply