kubet indonesia – Cyber Bullying Bisa Ubah Anak Jadi Pelaku di Masa Depan, Ini Penjelasan Psikolog

Posted :

by :

Cyber Bullying Bisa Bentuk Anak Jadi Pelaku di Masa Depan, Ini Penjelasan Psikolog

Lihat Foto

Cyber bullying bukan hanya menyisakan luka emosional pada anak dan remaja, tetapi juga bisa membentuk pola pikir yang berbahaya dalam jangka panjang.

Salah satu risikonya, menurut psikolog Meity Arianty, STP., M.Psi., adalah ketika korban justru tumbuh menjadi pelaku di kemudian hari.

“Menurut teori Bandura tentang pembelajaran sosial, anak belajar melalui pengamatan, termasuk dari pengalaman negatif seperti bullying, yang dapat membentuk persepsi negatif terhadap diri sendiri dan dunia sosial,” ujar Meity kepada Kompas.com, Minggu (13/7/2025).

Siklus korban menjadi pelaku

Meity mengungkap, korban bullying bisa saja berbalik menjadi pelaku, terutama jika pengalaman tersebut tidak ditangani secara emosional maupun psikologis.

“Bahkan korban bullying dapat menjadi pelaku ke depannya,” kata Meity.

Hal ini terjadi karena anak mungkin meniru perilaku agresif sebagai bentuk pertahanan diri atau cara mendapatkan rasa kuasa setelah sebelumnya merasa tertekan dan tidak berdaya.

Mengapa korban cyber bullying berpotensi menjadi pelaku?

Dalam teori pembelajaran sosial dari Albert Bandura, individu belajar dengan mengamati perilaku orang lain, lalu menirunya dalam konteks sosial.

Ketika anak mengalami bullying, apalagi yang berlangsung terus-menerus, mereka bisa mulai menginternalisasi pola kekerasan sebagai sesuatu yang normal dalam hubungan sosial.

“Pengalaman negatif seperti bullying bisa membentuk persepsi negatif terhadap diri sendiri dan dunia sosial,” ujar Meity.

Jika anak tidak mendapatkan dukungan emosional atau lingkungan yang sehat setelah menjadi korban, ia berisiko mengembangkan cara pandang yang menyimpang terhadap interaksi sosial, lalu menjadi pelaku agresi terhadap orang lain, baik secara langsung maupun online.

Tanda-tanda anak mulai meniru perilaku agresif

Meity mengingatkan bahwa anak yang pernah menjadi korban cyber bullying bisa menunjukkan gejala seperti:

  • Menjadi lebih mudah marah atau reaktif
  • Menunjukkan dominasi atau merendahkan orang lain
  • Mengunggah komentar menyakitkan di media sosial
  • Menganggap menyindir atau mempermalukan orang lain sebagai hal wajar

Perubahan ini kerap luput dari perhatian orangtua, karena tampak seperti fase emosional biasa. Padahal, bisa jadi itu adalah bentuk peniruan dari pola kekerasan yang pernah mereka alami.

Pentingnya pendampingan dan keteladanan

Untuk memutus siklus ini, Meity menekankan pentingnya peran orangtua dan lingkungan. Orangtua perlu menciptakan ruang aman agar anak bisa membicarakan pengalamannya, tanpa takut disalahkan atau dihakimi.

“Anak-anak butuh teman, bukan hanya orangtua. Pastikan Anda sebagai orangtua dapat menjadi sahabat dan tempat pulang yang aman bagi mereka,” ujarnya.

Pendampingan ini tidak hanya dilakukan saat anak menjadi korban, tapi juga saat anak menunjukkan perubahan perilaku.

Jika anak mulai menunjukkan pola agresi yang tidak biasa, psikolog profesional dapat membantu memahami akar permasalahannya dan memberikan penanganan tepat.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *