
Salah satu bentuk kekerasan seksual yang sering terjadi secara tersembunyi adalah incest, yakni hubungan seksual antarkerabat sedarah.
Ramai kasus inses bertajuk Fantasi Sedarah di Facebook
Baru-baru ini, publik dikejutkan dengan temuan grup Facebook bernama “Cinta Sedarah” yang berisi konten fantasi inses. Grup tersebut dikelola oleh tersangka berinisial IDG (44), warga Denpasar, Bali, yang ditangkap tim Satreskrim Polres Gresik pada akhir Mei 2025.
Kapolres Gresik, AKBP Rovan Richard Mahenu, menyebut grup itu dibuat sejak 2022 untuk mengumpulkan orang-orang dengan fantasi seksual terhadap anggota keluarga. Konten di dalamnya berupa video hingga tulisan fiksi bertema hubungan sedarah.
“Grup ini dibikin untuk mengumpulkan orang dengan fantasi yang sama terhadap keluarga atau ikatan saudara,” ujar Rovan kepada awak media, Selasa (27/5/2025).
Awalnya hanya beranggotakan 200 orang, kini grup tersebut berkembang hingga lebih dari 32.000 anggota. IDG berperan sebagai admin yang menentukan siapa saja yang boleh mengunggah konten.
Apa itu inses?
Psikolog klinis Alfia Noor Laily Fauziah, M.Psi., menjelaskan bahwa inses adalah relasi seksual atau intim yang melibatkan anggota keluarga sedarah, seperti ayah dan anak atau saudara kandung.
“Meski hanya sebatas fantasi yang dituliskan dan dibagikan di komunitas, hal ini tetap bisa menimbulkan masalah psikologis dan sosial,” kata Alfia saat dihubungi Kompas.com, Senin (2/5/2025).
Menurutnya, penyebaran konten fantasi inses merusak cara pandang terhadap hubungan keluarga. Jika dibiarkan, hal ini berpotensi menormalisasi perilaku menyimpang dan meningkatkan risiko kekerasan seksual dalam rumah tangga.
“Fantasi sedarah bukan sekadar preferensi pribadi. Bila disebarluaskan dan dikonsumsi bersama, ini bisa menjadi indikator gangguan psikoseksual dan menciptakan komunitas yang membahayakan,” ujarnya.
Ketika rumah tak lagi aman
Dalam kasus kekerasan seksual berbasis inses, korban umumnya mengalami trauma berat karena pelaku adalah orang terdekat yang seharusnya memberikan perlindungan.
“Anak bisa kehilangan rasa aman, tumbuh dengan rasa rendah diri, merasa tidak berharga, bahkan membawa trauma hingga dewasa,” jelas Alfia.
Pentingnya edukasi seksual dan pengawasan digital
Alfia menekankan pentingnya literasi seksual sejak dini serta pembatasan akses terhadap konten digital yang tidak layak. Orangtua perlu mengajarkan batas tubuh, privasi, dan relasi sehat sesuai usia anak.
Menurut Alfia, masyarakat juga perlu berperan aktif dalam melaporkan dan mencegah penyebaran konten menyimpang seperti yang ditemukan di grup ‘Cinta Sedarah’.
“Penanganan kasus ini harus berbasis edukasi dan perlindungan korban. Terapi psikologis yang tepat penting untuk membantu korban pulih,” tutupnya.
Leave a Reply