
Dedi Mulyadi mengusulkan untuk untuk mewajibkan warga pria dewasa untuk melakukan vasektomi sebagai syarat menerima bantuan sosial (bansos).
Melansir Mayo Clinic, vasektomi adalah metode kontrasepsi untuk mencegah kehamilan, yang dilakukan dengan memutus penyaluran sperma ke air mani saat berhubungan seks.
Dilansir dari Kompas.com, Dedi meyakini bahwa kebijakan ini merupakan solusi atas fenomena banyaknya keluarga kurang mampu yang melahirkan melalui operasi caesar dengan biaya sekitar Rp 25 juta per prosedur.
Selain itu, ia tidak mau memberikan beban sepenuhnya kepada perempuan dalam urusan kontrasepsi dan perencanaan keluarga.
Pria Perlu Ambil Peran dalam Program KB
“Seluruh bantuan pemerintah nanti akan diintegrasikan dengan KB. Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tapi negara menjamin keluarga itu-itu saja,” kata Dedi, dikutip dari Kompas.com.
Dr. Yassin Yanuar MIB, dokter kandungan di Rumah Sakit Pondok Indah, menyetujui pernyataan Dedi bahwa perempuan semestinya tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas kontrasepsi.
Menurutnya, pria dewasa juga perlu mengambil peran dalam program Keluarga Berencana (KB), salah satunya melalui vasektomi.
“Kalau saya sebagai dokter kandungan, saya setuju sama Kang Dedi yang menyatakan bahwa pria harus mulai aktif kontrasepsi, jangan selalu dibebankan kepada perempuan,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (1/5/2025).
Butuh Persetujuan Pasien Berdasarkan Hak Atas Tubuh
Namun, ia merasa kebijakan tersebut perlu dikaji lebih lanjut jika dijadikan syarat administratif untuk menerima bantuan.
Hal ini disebabkan oleh adanya kaitan langsung dengan hak atas tubuh dan prinsip dasar etika kedokteran.
“Manakala itu bergerak kepada suatu kebijakan, itu bukan kompetensi saya. Tapi, saya mengingatkan dari sisi kedokteran, pelayanan kesehatan ini adalah suatu hal yang menyangkut tubuh manusia, apapun latar belakangnya,” jelasnya.
Dr. Yassin menjelaskan bahwa dalam dunia medis, prinsip informed consent atau persetujuan pasien berdasarkan informasi yang didapatkan tetap harus menjadi prioritas.
Terlepas dari latar belakang sosial, ekonomi, atau psikologis pasien, dokter tetap memerlukan persetujuan pasien sebelum mengambil tindakan.
“Mau ekonomi, mau psikologi, mau biologi, mau sosial, persetujuan pasien adalah yang utama. Dokter apapun, yang bekerja di pemerintahan, di swasta. tidak akan melakukan tindakan tanpa ada persetujuan pasien,” jelas dr. Yassin.
Artinya, masyarakat tidak bisa dipaksa menjalani prosedur medis seperti vasektomi hanya karena ingin mendapatkan bansos.
Jika kebijakan ini bersifat memaksa, hal itu dapat menghambat kebebasan masyarakat dalam menentukan keputusan terhadap tubuhnya sendiri.
“Sehingga pasiennya memutuskan betul-betul secara mandiri tanpa ada tekanan, standarnya tetap harus dijaga,” ujarnya.
Leave a Reply